(TO // Medan) - Tak terima dengan Vonis hukuman Seumur Hidup, dengan tuduhan Pembunuhan Berencana, terhadap terdakwa Lie Pin Chen oleh Pengadilan Negri (PN) Lubuk Pakam, hingga putusan tersebut dinilai tidak sesuai fakta sebenarnya. Terkait hal itu keluarga terdakwa melalui kuasa hukumnya melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Sumatera utara, dengan Nomor : 465/Akta.Pid/2024/PN Lbp, pada Selasa 24 Desember 2024.
Lie Siau Yen kakak kandung terdakwa Lie Pin Chen mengungkapkan, vonis seumur hidup terhadap adik kandungnya terkesan sangat dipaksakan.
"Ketika persindangan, keluarga korban membawa-bawa massa dari salah satu Ormas, sehingga diduga kuat, majelis hakim yang memimpin jalannya persidangan mengalami tekanan", ujar Lie Siau Yen, ketika ditemui wartawan, Sabtu (11/1/2025).
Satu hal, lanjut Lie Siau Yen, dari beberapa kali sidang yang digelar di PN Lubuk Pakam, sempat terjadi keributan, akibat teriakan-teriakan massa dari Ormas tersebut.
"Saat menghadiri persidangan, saya juga diteriaki massa dari Ormas tersebut, dengan mengatakan, itu itonya didalam, bakar, telanjangi aja", ungkap Lie Siau Yen, menceritakan yang dialaminya.
Lie Siau Yen menambahkan, dari awal adik kandungnya sudah menceritakan kepadanya, seraya bersumpah-sumpah, bahwasanya dia tidak ada melakukan pembunuhan terhadap istrinya.
"Saat peristiwa itu, tepatnya tanggal 1 Juni 2024 dini hari, berawal adik kandung saya diajak oleh istrinya untuk pergi bertamasya ke Berastagi, tetapi dia menolak. Mungkin pada saat itu adik saya masih dalam keadaan lelah karena bekerja. Sehingga dia menolak diajak tamasya, kemudian dia kembali tidur. Dan saat itu adik saya sempat melihat Alamarhum istrinya Rita Jelita berjalan ke arah dapur, namun tidak dihiraukannya", jelas Lie Siau Yen.
Kembali dijelaskan Lie Siau Yen, pada saat azan subuh berkumandang, adiknya Lie Pin Chen terbangun karena mendengar suara azan. Tetapi dia tidak mendapati istrinya tidur disebelahnya. Sehingga adiknya bergegas mencari kearah dapur. Namun betapa terkejutnya Lie Pin Chen ketika melihat istrinya sudah dalam keadaan tergantung, dengan kain selendang (sarung) melilit di leher dan diikat kekayu atas seng dapur. Spontan Lie Pin Chen berinisiatif menolong menurunkan istrinya ke lantai dengan melepas kain ikatan leher, namun kondisi istrinya saat itu sudah tidak bergerak.
Setelah istrinya diletakkannya dilantai, Lie Pin Chen, bergegas keluar rumah, dan menggedor rumah nenek tetangganya, untuk meminta pertolongan.
"Saat digedor adik saya, nenek tidak bangun, adik saya bingung, namun tak berselang lama, para tetangga berdatangan, mungkin karena melihat dan mendengar kepanikan adik saya, sehingga pagi itu juga rumah kontrakan adik saya bersama istrinya sudah ramai, baik dari keluarga istrinya, begitu juga kepala lingkungan setempat hadir", ucap Lie Siau Yen.
Setelah dinyatakan meninggal dunia, jasad Almarhum Rita Jelita sudah dipindahkan oleh pihak keluarga ketempat tidur dengan ditutupi kain panjang. Kemudian pihak kepolisian dari Polrestabes Medan dan juga Polsek Sunggal datang kelokasi untuk melakukan olah TKP.
"Sekira siang hari, setelah polisi selesai melakukan pemeriksaan, adik saya kemudian dibawa ke Polsek Sunggal, katanya hanya untuk dimintai keterangan saja. Tetapi setelah itu adik saya tidak dipulangkan kembali dan dinyatakan sebagai pelaku pembunuhan", ungkap Lie Siau Yen.
Anehnya, kata Lie Siau Yen, pada tanggal 5 Juni 2024, Lie Siau Yen mengaku akan menjenguk adiknya ke Polsek Sunggal, tapi tak diijinkan. Saat itu Lie Siau Yen sempat chatingan dengan Panit yakni bapak Sinulingga, dan bapak Sinulingga mengatakan belum bisa dijenguk karena masih diintrogasi.
"Tanggal 5 Juni 2024, saya datang ke Polsek Sunggal untuk menjenguk adik saya, tetapi tak diijinkan. Saya sempat ketemu bapak Sinulingga dikedai kopi depan Polsek, dia mengatakan belum bisa dijenguk karena adik saya masih diperiksa, bukti chatingya juga ada", kata Lie Siau Yen.
Lie Siau Yen mengaku heran, dari BAP yang dikeluarkan oleh Polsek Sunggal, karena tidak sesuai fakta sebenarnya.
"Dalam BAP yang saya terima, keluarga istri almarhum adik saya membuat laporan polisi tanggal 5 Juni 2024, dan adik saya ditangkap tanggal 7 Juni 2024, padahal faktanya adik saya dari tanggal 1 Juni 2024 sudah diamankan ke Polsek Sunggal dan tidak dikeluarkan kembali", beber Lie Siau Yen.
Kakak kandung terdakwa juga membeberkan, adanya keanehan yang pernah disampaikan penyidik Polsek Sunggal, yang mengakui sudah menyuruh adiknya Lie Pin Chen pulang, tapi tidak mau, karena beralasan tak ada tujuan mau kemana.
"Penyidik Polsek Sunggal pernah bilang kepada saya, sudah menyuruh adik saya pulang, tetapi katanya adik saya tak mau, karena beralasan tak tau mau pulang kemana", ungkap Lie Siau Yen.
Lie Siau Yen juga mengungkapkan, saksi-saksi di Kepolisian diduga direkayasa. Sehingga memberatkan adik kandungnya.
"Keterangan nenek tetangga sebelah rumah adik saya mengatakan, bukan kali ini saja Almarhum Rita Jelita mencoba akan bunuh diri, tapi sudah tiga kali, dengan cara memotong nadi dan meminum racun serangga. Salah satu bukti percobaan bunuh diri tersebut ada rekaman medis dari salah satu klinik, yang menyatakan Almarhum Rita Jelita minum racun serangga, pada tahun 2023 lalu", tegas Lie Siau Yen.
Lie Siau Yen juga menjelaskan, dalam proses rekonstruksi yang dilakukan polisi, adiknya sempat menolak dan tidak bersedia mempraktekkan sesuai BAP yang dibuat polisi. Namun setelah mendapat tekanan adiknya terpaksa mengikuti kemauan polisi.
"Saat rekontruksi adik saya tidak mau mengikuti sesuai BAP yang ditulis polisi, sempat terjadi perdebatan, tetapi diduga setelah mendapat tekanan terpaksa dia lakukan", jelas Lie Siau Yen, seraya meneteskan air mata.
Lie Siau Yen, meyakini adiknya tidak mungkin melakukan pembunuhan apalagi berencana.
"Saya berharap adik saya mendapat keadilan, karena dari seluruh fakta yang ada sepertinya terjadi rekayasa. Karena saya tau watak adik saya orangnya pendiam, tidak suka kekerasan, dan dia juga sangat mencintai istrinya", tandasnya.
Sementara itu, Nasib Butar Butar, SH, MH, selaku kuasa hukum terdakwa Lie Pin Chen menyampaikan, terkait adanya sejumlah dugaan rekayasa, pihaknya sudah mengajukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Sumatera utara, dengan Nomor : 465/Akta.Pid/2024/PN Lbp, pada Selasa 24 Desember 2024.
"Kami menduga kuat kasus ini terkesan sangat dipaksakan. Tuduhan pembunuhan berencana yang disangkakan kepada klien kami tidak mendasar. Menurut keterangan para tetangga rumahnya, mereka akur-akur saja, jarang terjadi keributan", ujar Nasib Butar Butar, SH, MH.
Ia menambahkan, putusan' yang dinilai tidak memberikan rasa keadilan kepada kliennya, hingga ada 'kejanggalan' dalam rangkaian proses pengusutan dan putusan pidana dalam kasus tersebut yang menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup karena dianggap melakukan perbuatan pembunuhan berencana.
"Dari chat nya (LPC.red) terduga pelaku, mulai tanggal 1/6/2024 sudah ditahan di Polsek Medan Sunggal, kemudian LP dibuat di tanggal 5/6, lalu dikeluarkan surat penangkapannya tanggal 7/6, makanya kami menilai ada 'kejanggalan' dalam rangkaian proses pengusutan kasus tersebut," ungkap Nasib.
"Seyogianya Polsek Medan Sunggal Polrestabes Medan dan jajarannya melakukan investigasi mendalam, melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus Dugaan penyiksaan yg menyebabkan kematian terhadap alm RS, namun terkesan dalam rekonstruksi ulang yang dilakukan oleh Polsek Medan Sunggal Polrestabes Medan, Selasa (16/7/2024), justru dinilai menggiring opini publik bahwa terduga pelaku LPC memang melakukan perbuatannya dalam kasus itu," ungkap Nasib.
Nasib Butar-butar SH, MH, menambahkan terdapat beberapa pertanyaan-pertanyaan Penyidik Polsek Medan Sunggal Polrestabes Medan yang dinilai mengarahkan keterangan terduga pelaku LPC disaat BAP jelas berbeda dengan kejadian sesungguhnya di TKP. Sehingga sempat membuat perdebatan yang ujungnya pihaknya tidak mau menandatangani 'berita acara rekonstruksi' pada saat itu.
Bahkan, dia menyebut polisi terlalu tergesa-gesa mengambil kesimpulan tanpa melihat keseluruhan peristiwa yang terjadi. Khususnya, tidak memeriksa keseluruhan kronologis tanpa ada menghadirkan saksi-saksi kunci, yakni seorang nenek dan anaknya sebagai tetangga terdekat kliennya yang terlibat dalam 'tragedi' di jalan Diski Glugur Rimbun Desa Sei Mencirim kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tersebut.
Nasib Butar Butar mengungkapkan, pihaknya menilai peristiwa kematian Rita Jelita Br Sinaga murni bunuh diri dengan cara gantung diri. Tudingan tersebut bukan tidak mendasar karena pihaknya ada mendapatkan fakta dan bukti dari tetangga korban yakni seorang nenek, bahwasanya korban sudah tiga kali melakukan percobaan bunuh diri diantaranya, dengan memotong nadi dan meminum racun serangga.
"Kami mendapat keterangan dan bukti korban sudah beberapa kali mencoba bunuh diri, dengan memotong nadi ditangan dan minum racun serangga, hal itu diungkapkan oleh tetangga korban, dan salah satu bukti tersebut sudah kami dapat yakni rekam medis dari salah satu klinik tempat korban mendapat pertolongan sebelumnya", tegas Nasib Butar Butar. (red/tim)