(TO - Medan) - Tiga bulan lebih laporan kasus dugaan penganiayaan dengan penyekapan anak dibawah umur yang dilakukan oleh guru ngajinya, di Unit PPA Polrestabes Medan masih jalan ditempat. Laporan tersebut tertuang dalam laporan polisi Nomor.STTLP/B/1782/VI/2023/SPKT Restabes Medan/Polda Sumut, pada tanggal 2 Juni 2023 lalu. Dengan terlapor (pelaku) Muhammad Sukurila Putra.
Menyoroti hal tersebut, praktisi hukum yang juga ketua LBH Gelora Surya Keadilan, Surya Adinata, SH, M.Kn menilai penanganan kasus tersebut sangat lamban dan meminta ini menjadi perhatian bapak Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Valentino Alfa Tatareda.
"Kepada bapak Kapolrestabes Medan agar lebih memonitor kinerja bawahan dan untuk menindak oknum-oknum yang tidak profesional, proporsional dan prosedural dalam menangani laporan korban. Sehingga laporan korban terkesan berjalan ditempat. Dalam hal ini kita minta Kapolrestabes Medan memberikan perlindungan atas diri korban selaku korban anak guna terwujudnya keadilan dan kepastian hukum atas diri anak", tegas mantan Direktur LBH Medan itu, ketika dimintai komentarnya, pada Senin (11/9/2023).
Sementara itu Kapolda Sumut, Irjen Pol Agung Setya Effendi melalui Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Sumut, Kombes Pol. Sumaryono yang dikonfirmasi lewat WhatsApp telpon selulernya, Senin (18/9/2023) mengatakan, akan mengantensikan kasus tersebut ke Polrestabes Medan.
"Terimakasih infonya, nanti kita atensikan ke Polres", jawabnya singkat.
Sebelumnya, akibat lambannya penanganan kasus tersebut, Robbi Chandra selaku pelapor mengatakan sangat susah mencari keadilan di Polrestabes Medan.
"Mungkin karena kami orang kecil, jadi laporan kami diabaikan, kami merasa sangat susah untuk mencari keadilan di Polrestabes Medan ini, padahal sudah jelas anak saya menjadi korban penganiayaan dan penyekapan oleh guru ngajinya", kata Robbi, pada Sabtu (26/8/2023) lalu.
Robby Candra (pelapor) mengungkapkan, kronologi peristiwa dugaan penganiayaan terhadap anaknya JEP (12), dipicu karena masalah sepele. Terjadi pada Jumat, (2/6/2023) lalu, di Jalan Sei Mencirim Mesjid Babulusalam.
"Anak saya JEP bercanda dengan guru ngajinya (terlapor), dengan mengatakan "main yok bang", namun perkataan anak saya itu seolah-olah menjadi masalah besar karena ditanggapi lain oleh guru ngajinya tersebut. Kalau dari bahasa anak saya itu, saya kira mereka memang sering bercanda", ujar Robby.
Kemudian, lanjut Robby, dua hari setelahnya, saat mengaji pelaku langsung mendekati anak saya, spontan menarik tangan anak saya dan dibawa masuk ke kamar mandi. Didalam kamar mandi leher anak saya dicekik pelaku, dan dilihat oleh teman temannya yang lain. Karena dilihat oleh teman-teman anak saya, pelaku langsung menutup dan mengunci pintu kamar mandi dari dalam. Setelah pintu kamar mandi ditutup pelaku kembali menghajar anak saya, terdengar oleh teman temannya suara anak saya menangis sembari bilang ampun dan minta tolong.
Karena takut terjadi hal yang lebih parah, teman-teman anak saya berinisiatif mematikan lampu kamar mandi dari luar. Karena gelap pelaku membuka pintu kamar mandi dan membawa anak saya keluar.
Namun didepan teman-temannya tersebut, leher anak saya kembali dicekik oleh pelaku dan jempol pelaku juga menekan dagu anak saya, hingga menangis dan minta ampun.
"Seolah-olah, pelaku mencontohkan kepada teman-teman anak saya, bahwa apabila ada anak yang melawan akan diperlakukan seperti itu", jelas Robby.
Robby menambahkan, akibat perbuatan pelaku, bagian leher anaknya memar. Tidak hanya itu saja, akibat peristiwa tersebut anaknya menjadi trauma dan takut pergi mengaji karena takut bertemu dengan pelaku.
"Seorang guru ngaji seharusnya bisa mendidik anak muridnya dengan Arif dan bijaksana. Ini kok malahan berbuat sadis, melakukan penyekapan didalam kamar mandi hingga mencekik leher. Jadi saya berharap pihak kepolisian segera menindak lanjuti laporan saya, karena perbuatan pelaku sudah melebihi batas kewajaran. Jangan sampai hal serupa terjadi kepada anak-anak yang lainnya", harap Robby Candra.
(red)