(TO - Riau) – Gubernur Riau Syamsuar diminta memecat segera Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan staf Badan Lingkungan Hidup (BLH). Lantaran dinilai bersekongkol dengan perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang diduga melakukan pengrusakan hutan di Bumi Lancang Kuning ini.
Hal itu disampaikan Made Ali, Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) Selasa (10/9/2019) sehubungan dengan kehadiran dua pejabat Riau dalam aksi penanaman 10.000 pohon oleh RAPP Grup yang dilakukan RAPP Sinarmas di Desa Sigintil, Teluk Rimba, Kecamatan Koto Gasib, Kabupaten Siak, pada 3 September 2019.
“itu semua bentuk pembodohan pada publik, juga bentuk menutupi kejahatan RAPP yang selama ini terjadi”, kata Made Ali.
Dikatakan Made, berdasarkan temuan investigasi sejak beroperasi hingga kini RAPP grup telah merusak hutan alam seluas 1.072.746 hektar.
“RAPP menanam 10.000 pohon seolah-olah telah memperbaiki hutan yang telah dia rusak”, Kata Made. Peringatan 10.000 pohon di tengah karhutla dan lebih dari 22 ribu warga Riau terkena ISPA hingga September 2019, juga untuk menutupi konsesi RAPP yang terbakar.
Dia kembali menguraikan hasil investigasi lapangan pada 20 Maret 2019 menemukan PT Satria Perkasa Agung terbakar lebih dari 10 hektar dengan kedalaman gambut 2 sampai 4 meter.
Kemudian hasil analisis hotspot di konsesi RAPP grup melalui satelit Tera-Aqua Modis, terdapat 875 titik hotspot sedangkan confidance diatas 70 persen ada 267 titik sepanjang Januari hingga September 2019.
“Dengan rincian PT Rimba Rokan Perkasa 45 titik, PT Arara Abadi 41 titik, PT Satria Perkasa Agung 30 titik, PT Bhara Induk 28 titik, PT Bina Daya Bintara 19 titik, PT Balai Kayang Mandiri 9 titik, PT Sakato Pratama Makmur 9 titik, dan PT Suntara Gaja Pati 5 titik”, urai Made Ali.
Dan ia juga mengatakan bahwa terkait Komitmen FCP RAPP, hingga detik ini juga RAPP belum melakukan kewajibannya berupa merestorasi areal bekas terbakar pada 2015 seluas 45.960,39 hektar berdasarkan peta Restorasi Badan Restorasi Gambut (BRG).
Pasalnya kata dia, hasil investigasi Eyes on the Forest sepanjang Juli hingga Desember 2018 menemukan beberapa perusahaan grup RAPP tidak melakukan restorasi dan bahkan perusahaan menanam kembali akasia di areal bekas terbakar tahun 2015.
“Perusahaannya adalah PT Satria Perkasa Agung, PT Sakato Pratama Makmur distrik Hampar, PT Sakato Pratama Makmur distrik Humus, PT Bukit Batu Hutani Alam, PT Rimba Rokan Perkasa”, ungkapnya.
RAPP Grup ini juga, tegas dia, secara tidak langsung merusak habitat harimau sumatera hingga mengakibatkan konflik harimau dan manusia.
“Pada 25 Agustus 2019 Darmawan diterkam Harimau hingga tewas di konsesi PT Bhara Induk RAPP grup. Sebelumnya masih di lansekap yang sama, Harimau terkam M. Amri hingga tewas, karyawan PT Riau Indo Agropalma juga RAPP grup”, ulasnya.
Selain itu RAPP grup ini, tegasnya terlibat merusak hutan alam di Riau melalui suap perizinan yang melibatkan Gubernur Riau Rusli Zainal, Bupati Siak Arwin AS dan Bupati Pelalawan melalui PT Satria Perkasa Agung, PT Mitra Hutani Jaya, PT Balai Kayang Mandiri dan PT Rimba Mandau lestari.
"Kami juga mendesak kepada Gubernur Riau untuk memecat kepala Dinas LHK karena dengan sengaja membiarkan staf BLH hadir di tengah penanaman 10.000 pohon”, desak Made.
Pemerintah, kata Made, jangan sampai dijadikan legitimasi untuk membenarkan kejahatan yang mereka lakukan, menanam 10 ribu pohon, tapi merusak 1 juta lebih hutan alam.
Tidak hanya itu, Jikalahari juga mendesak Menteri LHK mencabut izin RAPP Grup dengan cara mencabut seluruh izinnya di atas lahan gambut termasuk yang bekas terbakar, mengembalikan lahan masyarakat adat dan tempatan yang telah dirampas selama ini.
"Kalau pemerintah serius menghentikan karhutla, langkah pertama jangan memberi ruang pencitraan kepada perusahaan yang memang itu digunakan untuk membodohi publik dan menutupi kejahatannya", tegas Made.
(Fendi)